BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Penggunaan bahasa sehari-hari yang buruk atau menyesatkan dapat secara
serius membatasi kemampuan kita untuk menciptakan dan mengkomunikasikan
penalaran yang benar. Seperti yang dikemukakan oleh filsuf John Locke (1632-1704),
pencapaian pengetahuan manusia seringkali terhambat oleh penggunaan kata-kata
tanpa arti yang pasti. Kontroversi yang tidak berguna kadang-kadang disebabkan
dan diperkuat oleh penggunaan term-term kunci dengan arti yang ambigu. Kita
dapat membedakan perselisihan dalam tiga macam.
Pertama, perselisihan sejati terjadi ketika orang-orang yang terlibat tidak
sepakat tentang apakah suatu proposisi itu benar atau tidak benar. Karena
orang-orang yang terlibat dalam perselisihan sejati menyetujui tentang arti kata-kata
yang mereka gunakan untuk menyampaikan posisi masing-masing. Sesudah itu,
masing-masing dapat mengusulkan dan menilai argumen-argumen logis. Akhirnya,
bisa membuat mereka dapat mengatasi perselisihan pendapat tentang arti kata
atau term yang mereka gunakan.
Kedua, di lain pihak, perselisihan verbal belaka terjadi karena mereka
menggunakan term-term yang ambigu untuk mengekspresikan posisi mereka
masing-masing. Suatu perselisihan verbal lenyap bila mereka mencapai suatu
kesepakatan tentang arti term-term yang mereka gunakan. Perlu dicatat bahwa
perselisihan verbal adalah perselisihan yang memboroskan energi pikiran dan
waktu, bahkan dapat menumpulan kemampuan bernalar kita.
Katiga, dapat terjadi juga perselisihan yang kelihatan
verbal tetapi sebenarnya perselisihan sejati. Hal ini tampak pada kemampuan
pihak-pihak yang terlibat dalam perselisihan itu memecahkan setiap problem
ambiguitas. Dengan metode penalaran yang tepat masalah ini dapat dibereskan.
Kita dapat menghemat banyak waktu, mempertajam kemampuan bernalar kita, dan
saling berkomunikasi secara efektif jika kita melacak ketidaksepakatan tentang
arti term-term dan berusaha menyelesaikannya. Dengan menyepakati penalaran dan
definisi untuk term-term yang kita gunakan dalam konteks tertentu, kita dapat
mencegah dan mengatasi perselisihan yang tidak diperlukan.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis akan membahas “Definisi dan
Penalaran” pada makalah kali ini.
B.
Rumusan
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diuraikan rumusan masalah sebagai
berikut.
1.
Apa yang dimaksud dengan definisi dan penalaran?
2.
Apa saja macam-macam definisi dan penalaran?
3.
Bagaimana cara menyusun definisi dan penalaran?
C.
Tujuan
Berdasarkan ruang lingkup
pembahasan masalah dalam tulisan di atas, maka difokuskan tujuan makalah pada
uraian berikut.
1.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan definisi dan
penalaran.
2.
Untuk mengetahui macam-macam definisi dan penalaran.
3.
Untuk mengetahui bagaimana cara menyusun definisi dan
penalaran.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Pengertian Definisi
Kata definisi berasal dari bahasa Latin definition, yang berarti pembatasan. Definisi mempunyai tugas
khusus, yaitu menjelaskan arti kata-kata atau term-term. Jika demikian,
definisi dapat dijelaskan sebagai susunan kata yang digunkan untuk menetapkan
arti bagi suatu kata atau bagi suatu grup kata. Penjelasan tersebut diberikan
secara tepat, jelas, dan singkat.
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, definisi adalah rumusan tentang ruang lingkup dan ciri-ciri
suatu konsep yang menjadi pokok pembicaraan studi. Definisi ialah suatu batasan
atau arti, bisa juga dimaknai kata, frasa, atau kalimat yang mengungkapkan
makna, keterangan atau ciri utama dari orang, benda, proses atau aktivitas.
Definisi juga dapat
diartikan sebagai suatu pernyataan mengenai ciri-ciri penting suatu hal dan
biasanya lebih kompleks dari arti, makna atau pengertian suatu hal. Definisi
merupakan pemberian batasan terhadap suatu hal untuk memperjelas dan membedakan
sesuatu itu dengan yang lain.
Pengertian
kata definisi bisa kita kemukakan sesuai dengan keinginan kira, tetapi tentu
saja akan lebih baik apabila kita mengetahui apa itu pengertian definisi dari
para ahlinya. Berikut ini adalah pengertian definisi menurut para ahli
1)
Richard
Nordquist menyatakan bahwa definisi adalah sebuah pernyataan tentang arti
sebuah kata atau frasa.
2)
Samuel
Butler dalam bukunya The Note-Books of
Samuel Butler (1912) menyatakan bahwa definisi adalah memasukkan atau
keliaran ide ke dalam rangkaian kata-kata.
3)
Pengertian
definisi menurut Wikipedia adalah pernyataan yang menjelaskan tentang arti
sebuah istilah (kata, frasa atau simbol).
Maka dapat
disimpulkan bahwa definisi adalah memberikan pengertian pada sebuah kata atau
istilah. Definisi merupakan rumusan yang lengkap tentang suatu konsep yang
mencakup ruang lingkup dan ciri-ciri untamanya. Kesepakatan mengenai arti suatu
hal sangat diperlukan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman. Untuk itu perlu
diberikan pengertian yang jelas dan tepat untuk setiap istilah.
Pada dasarnya,
setiap definisi terdiri dari dua bagian, yaitu definiedum dan definiens.
Definiedum adalah kata atau grup kata
yang didefinisikan. Defieniens adalah
kata atau susunan kata yang mendefinisikan. Coba perhatikan contoh berikut. Es adalah air yang membeku. Term Es disebut definiedum. Susunan kata-kata setelah kata “adalah”, yaitu air yang membeku adalah definiens.
Telah dipahami
bahwa definisi merupakan penyebutan ciri esensi suatu objek. Oleh karena itu,
bila yang didefinisikan objek yang umum, maka sebut saja ciri esensinya. Bila
yang didefinisikan objek tertentu yang lebih khusus, maka sebutkan seluruh ciri
esensinya ditambah dengan aksidensi yang menunjukkan kekhususan objek itu.
B.
Macam-Macam
Definisi
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh para pakar logika
atas penggunaan dan fungsi-fungsi actual definisi, berikut ini kita akan
melihat beberapa macam definisi.
1.
Definisi Stipulatif
Suatu definisi stipulatif menetapkan arti untuk suatu kat
baru. Ini mencakup penciptaan suatu kata baru atau pemberian arti baru untuk
suatu kata lama. Biasanya, tujuan suatu definisi stipulatif adalah menggantikan
suatu ungkapan yang lebih sederhana.
Definisi stipulatif diperlukan, seringkali karena adanya
fenomena dan perkembangan baru. Misalnya, pernah dilakukan upaya disuatu kebun
binatang di Amerika Serikat untuk mengawinsilangkan harimau dengan singa.
Karena kedua spesies itu memiliki kemiripan genetik, maka upaya itu berhasil.
Anak, hasil perkawinan antara seekor harimau jantan dengan seekor singa betina
disebut tigon. Sementara anak hasil
perkawinan antara seekor singa jantan dengan seekor harimau betina disebut liger. Tigon adalah turunan dari seekot tiger atau harimau jantan dengan seekor lion atau singa betina. Liger adalah turunan dari seekor lion jantan dengan tiger betina. Penetapan arti kedua kata tersebut dibuat melalui
definisi stipulatif.
Definisi stipultif pun dipakai untuk menetapkan kode-kode
atau sandi rahasia. Misalnya, selama Perang Dunia II, Tora, Tora, Tora adalah nama kode yang dikirim oleh Admiral
Yamamoto ke kantor pusat pengendalian perang di Tokyo. Kode itu dipakai untuk
menandakan bahwa laju tentara Jepang tidak terhambat dalam beberapa jam sebelum
pemboman Pearl Harbour. Operation
Barbarosa adalah nama yang digunakan oleh tentara Jerman untuk invasi ke
Rusia. Operation Overlord adalah nama
yang digunakan oleh tentara sekutu untuk invasi ke Normandia. Aparat penegak
hukum, seperti polisi pun menggunakan nama-nama kode tertentu untuk melakukan
operasi melawan kejahatan terorganisir. Sarutama
adalah nama kode yang dipakai oleh polisi untuk operasi pemberantasan
premanisme, yang mulai digelar beberapa waktu yang lalu di Indonesia.
Karena manusia secara kontinu menghasilkan kreasi-kreasi
baru, entah itu ramuan-ramuan makanan baru, penemuan-penemuan baru, perilaku
baru, mode-mode pakaian baru, tarian-tarian baru, atau apa pun. Definisi
stipulatif secara kontinu dipakai untuk memperkenalkan nama-nama bagi
barang-barang baru. Kadang-kadang
definisi-definisi stipulatif hanya implisit dan berarti kecil saja, tidak ada
kaitan spontan antara suatu kata dan suatu tindakan, seperti halnya ketika
kata-kata bop, twist, jerk, dan chiken dipakai sebagai nama-nama tarian
pada beberapa decade yang lalu di Amerika Serikat. Di lain pihak,
definisi-definisi stipulatif sangat eksplisit, seperti halnya ketika kappa penicillin dipilih sebagai nama bagi
suatu subtansi yang diproduksi oleh bahan-bahan organic Penicillium tertentu, atau ketika symbol 105 dipilih
sebagai suatu bentuk sederhana dari 10 × 10 × 10 × 10 × 10.
Karena suatu definisi stipulatif menetapkan suatu arti bagi
suatu kata baru secara arbitrer, kita pun tidak dapat mengatakan ada definisi
stipulatif yang benar dan ada definisi stipulatif yang salah. Dengan kata lain,
kriteria benar-salah tidak dapat diterapkan pada definisi stipulatif.
Berdasarkan alasan yang sama, suatu definisi stipulatif tidak dapat memberikan
informasi baru tentang ciri pokok dari definiedum.
Fakta bahwa kata tigon dipilih untuk
menggantikan turunan dari seekor harimau
jantan dan seekor singa betina tidak menuturkan apa pun yang baru kepada
kita tentang hakikat binatang itu. Namun, suatu definisi stipulatif bisa lebih
atau kurang menyenangkan atau lebih atau kurang tepat ketimbang definisi
stipulatif lainnya.
Definisi stipulatif disalahgunakan dalam perselisihan
verbal ketika seseorang menggunakan suatu kata khusus tanpa menjelaskan apa
arti kata itu, kemudian dia meneruskan pembicaraan, dengan pengandaian bahwa
setiap orang lain pun menggunakan kata itu dengan arti yang sama. Dalam situasi
semacam ini orang itu menggunakan kata secara
stipulatif. Dalam kasus tersebut, pengandaian bahwa orang lain menggunakan
kata yang digunakan dengan arti yang sama sulit dibenarkan.
2.
Definisi Leksikal
Suatu definisi leksikal dipakai untuk melaporkan arti
yang sudah dimiliki oleh suatu kata dalam suatu bahasa. Definisi-definisi
diksioner atau yang terdapat dalam kamus merupakan contoh-contoh definisi
leksikal. Berbeda dengan suatu definisi stipulatif, yang menetapkan arti bagi
suatu kata baru, suatu definisi leksikal bisa benar, bisa salah bergantung dari
apakah ia melaporkan atau tidak melaporkan atau tidak melaporkan cara suatu
kata, secara aktual, dipakai. Karena kata-kata yang dipakai berarti lebih dari
satu, definisi-definisi leksikal mempunyai tujuan lebih jauh, yaitu
mengeliminasi ambiguitas yang bisa muncul jika satu dari arti yang dimaksudkan
dicampuradukkan dengan arti lainnya.
Oleh karena itu, kita perlu membuat perbedaan antara
kata-kata yang aambigu dan kata-kata yang tidak jelas. Suatu kata disebut tidak
jelas jika kata itu tidak memiliki arti tertentu yang berlaku bagi semua orang
yang menggunakannya dalam konteks tertentu. Contoh kata-kata yang tidak jelas,
antara lain cinta, kebahagiaan,
perdamaian, segar, kaya, miskin, normal, dan konsevatif. Jarang kita dapat menggunakan kata-kata tersebut dengan
arti yang persis sama dengan arti yang dimaksud orang-orang lain dalam konteks
tertentu.
Dilain pihak, suatu kata disebut ambigu jika ia dapat
diinterpretasikan dengan dua atau lebih arti yang jelas dalam suatu momen
tertentu. Biasanya banyak kata yang kita pakai memiliki dua atau lebih arti
yang jelas dalam konteks tertentu. Apabila dalam suatu konteks tertentu tidak
jelas arti mana yang dimaksud oleh pengguna kata itu, terjadilah ambiguitas.
Termasuk dalam kata-kata yang ambigu, antara lain tahu, kali dan bisa.
Karena suatu definisi leksikal mendaftar bermacam-macam
arti yang dimiliki suatu kata, seseorang yang berusaha menurunkan suatu
definisi lebih baik siap untuk menghindari kata-kata ambigu yang digunakannya
dan mendeteksi arti-arti lainnya. Banyak problem timbul kalau ambiguitas tidak
dideteksi. Dalam banyak kasus, problem terjadi bukan karena perbedaan-perbedaan
yang jelas arti kata-kata seperti tahu,
kali, dan bisa, tetapi karena
ketidakjelasan arti akibat pencampuradukkan arti yang satu dengan arti yang
lain. Misalnya, jika seorang gadis dikatakan baik, yang dimaksud bisa saja dia sopan, sahaja, rendah hati,
menyenangkan, menarik, atau bahkan dia centil. Suatu definisi leksikal akan
membedakan bermacam-macam ketidakjelasan semacam itu, dan dengan demikian
mencagah kemungkinan terjadinya kemenduaan arti.
3.
Definisi yang Tepat
Tujuan dari suatu definisi yang
tepat ialah mengurangi ketidakjelasan arti suatu kata. Jika demikian, seseorang
dapat mencapai suatu keputusan tentang berlakunya suatu kata dalam situasi
tertentu. Telah dikatakan bahwa kata miskin
itu tidak jelas. Untuk menentukan siapa yang miskin dan siapa yang tidak miskin
secara tepat, suatu definisi yang tepat diperlukan. Di Amerika Serikat,
misalnya miskin berarti memiliki
pendapatan kurang dari $4.000 dan memiliki kekayaan bernilai kurang dari
$20.000. Ini salah satu contoh definisi yang tepat. Penggunaan kata-kata
sehari-hari dalam konteks sains, matematika, kedokteran, atau hukum haruslah
diklarifikasi dengan suatu definisi yang tepat. Kata-kata seperti kekuatan, energi, asam, elemen, angka,
persamaan, kontrak, dan agen harus didefinisikan secara tepat oleh
disiplin-disiplin khusus. Dalam bidang kedokteran, kata momen kematian atau moment of death didefinisikan sebagai
saat otak berhenti berfungsi yang diukur dengan suatu alat bernama electroencephalograph.
Suatu definisi yang tepat
berbeda dengan suatu definisi stipulatif dalam hal bahwa definisi stipulatif
mencakup suatu penetapan arti secara murni arbiter, sedangkan penetapan arti
dalam suatu definisi yang tepat tidak arbiter. Dalam hal ini orang harus
hati-hati agar terjamin bahwa penetapan arti dalam suatu definisi yang tepat
adalah tepat dan sah dalam konteks bagi kata atau term itu dipakai.
4.
Definisi Teoretis
Dalam buku-buku yang berbicara tentang teori kinetic, istilah panas berarti energi yang
dihasilkan oleh gerakan-gerakan acak moleul-molekul suatu subtansi.
Definisi ini berbuat lebih daripada sekadar menetapkan suatu arti bagi suatu
kata, ia memberikan suatu cara untuk mengerti fenomena fisik yang panas. Jika
demikian, definisi teoretis memberikan konsekuensi deduktif, yakni ketika
kecepatan molekul-molekul suatu subtansi semakin meningkat, temperatur subtansi
meningkat. Selain itu, definisi teoretis pun merangsang sejumlah eksperimental
untuk meneliti hubungan antara kecepatan molekul dan fenomena radiasi, tekanan
gas, elastisitas molekul, dan konfigurasi molekul. Singkat kata, definisi kata panas merangsang pembentukan suatu teori
yang menyeluruh tentang panas.
Contoh lain untuk definisi teoretis
adalah definisi cahaya sebagai suatu
bentuk radiasi elektromagnetik dan definisi energi,
massa, dan akselerasi dalam Hukum
II Newton dalam persamaan F=ma. Yang
terakhir disebut adalah sejenis definisi kontekstual yang setiap kata
dihasilkan sejumlah konsekuensi deduktif tentang fenomena yang terkait dan
memberikan sejumlah jalan bagi penelitian eksperimental.
Tidak semua definisi teoretis
berkaitan dengan sains. Banyak istilah dalam filsafat seperti subtansi, bentuk, sebab, perubahan, idea, baik,
pikiran, dan Allah dijelaskan artinya
berdasarkan definisi teoretis. Di dalam kenyataan, banyak filsuf besar dalam
sejarah telah memberikan definisi-definisi teoretisnya sendiri-sendiri atas
kata-kata tersebut. Misalnya, definisi G.W. Laibniz tentang subtansi sebagai monad-monad meletakkan
dasar bagi teori metafisikanya dan definisi John Stuart Mill tentang baik sebagai kebahagiaan terbesar baik
sebanyak mungkin orang yang memberikan dasar bagi teori etikanya yang
utilitarian.
Seperti halnya definisi-definisi
stipulatif, definisi-definisi teoretis pada dasarnya tidak dapat dinilai benar,
tidak dapat dinilai salah karena definisi-definisi teoretis berfungsi sebagai
proposal untuk melihat atau menginterpretasikan suatu fenomena dengan cara
tertentu. Proposal tidak memiliki nilai kebenaran, demikian pula dengan
definisi-definisi teoretis. Akan tetapi, definisi-definisi teoretis bisa lebih
atau kurang menarik atau lebih atau kurang berhasil, bergantung dari
konsekuensi-konsekuensi deduktif yang mereka hasilkan dan hasil dari
eksperimen-eksperimen yang mereka sarankan.
5.
Definisi Persuasif
Tujuan dari definisi persuasif
adalah menggerakkan sikap mendukung atau tidak mendukung apa yang ditunjukkan
oleh definiendum. Tujuan itu dicapai
dengan menetapkan secara emosional suatu harga atau arti nilai yang tersembunyi
pada suatu kata seraya memperjelasnya sehingga kata itu benar-benar memiliki
arti sesuai dengan bahasa dalam konteks kata itu digunakan. Jadi,
definisi-definisi persuasif merupakan suatu sintesis dari definisi stipulatif
dan definisi leksikal, dan mungkin juga definisi teoretis, yang didukung dengan
motif retorikal untuk menggerakkan suatu sikap tertentu. Oleh karena itu, suatu
definisi persuasif menyamar sebagai suatu penetapan yang baik atas arti suatu kata
seraya mengutuk atau memuji apa yang didefinisikan. Di bawah ini beberapa
contoh pasangan yang bertentangan dari definisi-definisi persuasif.
Contoh:
Aborsi adalah pembunuhan kejam atas makhluk manusia yang tidak bersalah.
Aborsi adalah suatu prosedur operasi yang aman dan mantap sehingga seorang
wanita dibebaskan dari suatu beban yang tidak diinginkan.
Kapitalisme adalah sistem ekonomi yang memperlakukan individu-individu
memiliki kebebasan sebagai anugerah Tuhan untuk memiliki kekayaan dan melakukan
bisnis sesuai dengan pilihan mereka masing-masing.
Kapitalisme adalah sistem ekonomi yang memperlakukan individu-individu
dikorbankan demi pencarian uang secara tidak bertanggung jawab sehingga saling
pengertian dan saling hormat diganti dengan alienasi, ketamakan dan egoism.
Tujuan dari suatu definisi persuasif adalah mempengaruhi
sikap pembaca atau pendengar. Jadi, definisi-definisi semacam itu bisa
digunakan dengan sangat efektif dalam pidato-pidato politik dan kolom-kolom
editorial. Seperti halnya definisi-definisi leksikal, definisi-definisi
persuasif bisa dinilai benar atau salah. Akan tetapi, isu primernya bukan soal
benar atau salah, melainkan efektivitasnya sebagai instrument persuasi.
C.
Teknik-Teknik
Menyusun Definisi
Setelah melihat beberapa macam definisi, selanjutnya kita
akan melihat beberapa teknik yang dipakai untuk menyusun definisi.
Teknik-teknik yang dimaksud bisa diklasifikasikan berdasarkan dua macam arti,
yakni intensional dan arti ekstensional.
1.
Definisi
Ekstensional atau Denotif
Suatu definisi ekstensional menetapkan arti dari suatu
kata dengan menunjukkan kelas yang ditunjukkan oleh definiendum. Paling kurang ada tiga cara menunjukkan
anggota-anggota dari suatu kelas, yaitu menunjuk pada mereka, menamai mereka
secara individual, menamai mereka menurut kelompok. Tiga macam definisi yang
dihasilkan berdasarkan tiga cara tersebut adalah definisi demonstratif atau
ostensif, definisi enumeratif dan definisi berdasarkan subkelas.
Definisi demonstratif mungkin merupakan bentuk definisi
yang paling primitif. Yang perlu dilakukan oleh seseorang yang menggunakan
definisi ini adalah menunjuk dengan telunjuknya ke arah objek atau barang yang
ingin didefinisikannya. Oleh karena itu, definisi-definisi demacam ini bisa
parsial bisa komplet bergantung pada apakah semua atau hanya sebagian anggota
dari suatu kelas yang ditunjuk oleh definiedum.
Contoh:
Kursi
adalah ini dan ini dan ini – seraya Anda menunjuk ke arah sejumlah kursi satu
per satu.
Monumen
Nasional adalah itu – sambil Anda menunjuk ke arahnya.
Karena definisi demonstratif merupakan definisi yang
paling primitive, definisi itu pun paling terbatas. Ini tidak mengherankan,
mengingat tidak semua objek atau barang yang ingin didefinisikan dapat ditunjuk
dengan telunjuk Anda. Jika Anda mau mendefinisikan matahari pada malam hari,
Anda tentu tidak bisa menggunakan definisi demonstratif.
Definisi enumeratif menetapkan arti suatu kata dengan
memberi nama pada anggota-anggota kelas yang ditunjukkan oleh kata itu. Seperti
halnya definisi demonstratif, definisi enumeratif pun bisa parsial dan bisa
komplet.
Contoh :
Aktor
adalah seseorang seperti Vino G. Bastian, Andi Arsyil, dan Dude Herlino.
Negara Baltik
adalah Estonia, Latvia atau Lithuania.
Definisi-definisi enumeratif yang lengkap biasanya lebih
memuaskan ketimbang yang parsial karena mereka mengidentifikasi definiendum dengan jaminan yang lebih
besar. Akan tetapi, secara relative beberapa kelas dapat dihitung secara
lengkap. Banyak kelas, seperti kelas dengan jumlah anggota real lebih besar
dari satu, seperti kelas binatang dan kelas person itu tidak tak terbatass
tetapi memiliki jumlah yang terlalu banyak untuk dihitung. Oleh karena itu, apa
pun yang menyerupai suatu definisi enumeratif yang komplit tentang kata-kata
yang menunjukkan kelas-kelas ini jelas tidak mungkin. Lantas terdapat
kelas-kelas – kelas serangga dan kelas pohon – tidak memiliki nama. Kiranya
suatu definisi demonstratif atau suatu definisi berdasarkan subkelas merupakan
pilihan yang tepat untuk mendefinisikan kata-kata yang menunjukkan kelas-kelas
tersebut di atas.
Suatu definisi berdasarkan subkelas menetapkan arti suatu
kata dengan memberi nama pada subkelas-subkelas yang ditunjuk oleh kata itu.
Definisi semacam itu bisa parsial, bisa komplit bergantung pada apakah
subkelas-subkelas yang diberi nama itu mencakup semua anggota dari kelas yang
bersangkutan atau hanya mencakup sebagiannya.
Contoh:
Pohon
berarti cemara, beringin, kelapa, dan pisang.
Bunga
berarti mawar, teratai, melati, dan raflesia.
Karya
fiksi berarti puisi, drama, novel, dan cerita pendek.
Contoh pertama dan kedua di atas adalah parsial sedangkan
contoh ketiga adalah komplit. Seperti halnya definisi berdasarkan enumerasi,
definisi yang komplit berdasarkan subkelas lebih memuaskan daripada definisi
yang parsial. Akan tetapi, karena beberapa kata secara relatif menunjukkan
kelas-kelas yang masih dapat dirinci ke dalam sejumlah kecil subkelas,
definisi-definisi yang komplit berdasarkan subkelas seringkali sulit bahkan
tidak mungkin dibuat.
Definisi ekstensional dipakai terutama sebagai teknik
untuk menghasilkan definisi leksikal dan stipulatif. Definisi-definisi leksikal
bertujuan untuk mengkomunikasikan bagaimana suatu kata secara actual dipakai.
Salah satu caranya adalah mengidentifikasi anggota-anggota kelas yang ditunjuk
oleh kata itu. Kamus seringkali
mencakup referensi-referensi terhadap anggota-anggota individual yang ditunjuk
oleh kata yang didefinisikan. Kadang-kadang mereka bahkan mencakup sejenis
definisi demonstratif ketika mereka memberikn suatu gambaran tentang objek yang
ditunjuk oleh kata itu. Akan tetapi, tidak semua definisi leksikal terjadi
dalam kamus-kamus. Suatu definisi leksikal hanya dapat dibicarakan, seperti ketika
seseorang berusaha menjelaskan secara lisan kepada orang lain bagaimana suatu kata
digunakan dalam suatu bahasa. Usaha-usaha semacam itu seringkali secara
kebetulan dilakukan dengan bantuan ketiga jenis definisi ekstensional.
Definisi-definisi stipulatif dipakai untuk menetapkan
arti suatu kata baru. Tugas ini dapat dilakukan dengan menggunakan ketiga jenis
definisi ekstensional. Misalnya, seseorang biologi yang berusaha memberi nama
dan mengklasifikasi tipe-tipe ikan bisa menetapkan nama-nama bagi
varietas-verietas spesifik dengan menunjuk pada kolam-kolam mereka
masing-masing (definisi demonstratif). Kemudian dia bisa menetapkan nama suatu
kelas untuk grup tersebut secara keseluruhan dengan mengacu kepada nama-nama
varietas-varietas spesifik (definisi berdasarkan subkelas). Seorang pakar
astronomi bisa menunjuk melalui teleskopnya sebuah komet yang baru ditemukan
dan mengatakan, “Komet itu mulai sekarang disebut sebagai komet Henderson”
(definisi demonstratif). Seorang perancang permainan anak-anak bisa membuat stipulasi, “Joni, Jeni, dan Dodo akan disebut bajak laut, dan Yudi, Jaka dan Neni akan
menjadi perompak” (definisi
enumeratif).
Meskipun dapat dipakai untuk menghasilkan definisi teoretis
dan persuasif, definisi-ekstensional pada dasarnya tidak dapat berfungsi secara
tepat sebagai definisi yang tepat berdasarkan alasan berikut. Fungsi suatu
definisi yang tepat adalah mengklarifikasikan suatu kata yang tidak jelas dan
ketidakjelasan merupakan suatu problem yang mempengaruhi arti intensional.
Karena intensinya tidak tepat, luasnya tidak menentu. Upaya untuk memberikan
intensi yang tepat adalah menentukan secara pasti ekstensinya (contoh suatu
definisi ektensional) akan sama dengan menggunakan ekstensi untuk menentukan
intensi. Hal ini tidak dapat terjadi. Prinsip bahwa intensi menentukan
ekstensi. Sebaliknya, ekstensi menentukan intensi adalah tidak benar. Prinsip
yang mendasari fakta bahwa semua definisi ekstensional memiliki cacat yang
serius. Contohnya, dalam kasus definisi demonstratif tentang kata kursi. Jika semua kursi yang ditunjuk
terbuat dari kayu, para pengamat bisa memperoleh ide bahwa kursi berarti kayu
sebagai pengganti sesuatu untuk diduduki. Contoh lain, mereka bisa menunjukkan
bisa bahwa Monumen Nasional berarti tinggi. Dari definisi tentang aktor, para pembaca atau pendengar bisa
mengira bahwa aktor berarti orang yang
terkenal. Kiranya perlu diperhatikan bahwa ekstensi dapat mempengaruhi intensi,
tetapi ekstensi tidak dapat menentukan intensi.
2.
Definisi
Intensional atau Konotatif
Suatu definisi intensional
menentukan arti suatu kata dengan menunjukkan kualitas-kualitas atau ciri-ciri
yang terkandung dalam kata itu. Karena sekurang-kurangnya ada empat strategi
yang bisa digunakan untuk menunjukan ciri-ciri yang terkandung dalam suatu
kata, terdapat paling kurang empat jenis definisi intensional, yaitu definisi
sinonim, definisi etimologi, definisi operasional, definisi berdasarkan genus, dan differentia specifica.
Suatu definisi sinonim adalah
definisi yang definiens berupa suatu kata tunggal yang mengandung ciri-ciri yang sama dengan definidium. Dengan kata lain, definiens sinonim dengan kata yang
didefinisikan.
Contoh:
Tabib berarti dokter.
Perompak berarti bajak laut.
Observasi berarti pengamatan.
Dari contoh-contoh terpapar di
atas tampak jelas bahwa suatu definisi sinonim merupakan suatu cara penetapan
arti yang sangat singkat. Akan tetapi, terdapat banyak kata yang tak bisa
dijelaskan artinya hanya dengan satu kata.
Suatu definisi etimologi
menetapkan arti suatu kata dengan menyingkap asal usul kata itu, baik dari
bahasanya sendiri, maupun dari bahasa lain. Misalnya, kata filsafat berasal dari bahasa Yunani philos dan sophia. Philos berarti pecinta atau pencari, sophia berarti kebijaksanaan. Secara
etimologis, kata filsafat berarti
cinta akan kebijaksanaan.
Definisi etimologis mempunyai
kepentingan khusus, paling kurang berdasarkan dua alasan. Pertama, definisi
etimologis dari suatu kata seringkali menyampaikan arti mendasar dari kata itu,
yang semua arti lain terkait berasal. Misalnya, kata prinsip berasal dari kata Latin principium,
yang berarti awal atau sumber. Jadi, prinsip-prinsip
fisika adalah hukum-hukum fundamental yang menjadi sumber ilmu fisika.
Kedua, definisi etimologis
memungkinkan orang memiliki akses pada suatu keseluruhan konstelasi dari
kata-kata terkait. Misalnya, kata ortodoks
berasal dari kata Yunani ortho yang
berarti benar atau lurus dan doxa
yang berarti kepercayaan atau pendapat. Dari sini, orang bisa mengartikan
ortopedik sebagai upaya untuk memulihkan tulang (pada anak-anak) dan pais adalah kata Yunani yang berarti
anak-anak.
Suatu definisi operasional
menetapkan arti suatu kata dengan menentukan prosedur-prosedur eksperimental
tertentu yang menentukan berlaku atau tidaknya kata itu untuk barang tertentu.
Contoh:
Suatu
substansi lebih keras daripada
substansi yang lain jika dan hanya jika yang satu menggores yang lain ketika
kedua-duanya digosok.
Seseorang
memiliki aktivitas otak jika dan
hanya jika suatu electroencephalograph menunjukkan gerakan mengayun ketika
dicantelkan pada kepalanya.
Suatu perbedaan potensial
terdapat antara dua konduktor jika dan hanya jika suatu voltmeter menunjukkan
angka tertentu ketika dicantelkan pada kedua konduktor itu.
Solusinya adalah suatu asam jika
dan hanya jika kertas litmus berubah warnanya menjadi merah ketika dicelupkan
ke dalamnya.
Definisi-definisi tertera di atas menentukan suatu
kegiatan yang harus dilakukan.
Definisi-definisi operasional dipakai untuk menjabarkan
konsep-konsep yang relatif abstrak pada
daratan realita empiris. Dalam hal ini mereka sangat berhasil. Namun, dari segi
penggunaan bahasa sehari-hari, mereka memiliki kekurangan tertentu. Salah satu
kekurangan tampak pada fakta bahwa definisi-definisi operasional biasanya
menyampaikan hanya sebagaian dari arti intensional suatu kata. Jelas bahwa aktivitas otak berarti lebih dari ayunan
pada suatu electroencephalograph, dan asam
berarti lebih haripada kertas litmus biru yang berubah menjadi merah.
Kekurangan semacam itu menjadi lebih akut ketika orang berusaha menerapkan
definisi-definisi operasional pada kata-kata yang berada di luar kerangka
sains. Misalnya, tidak ada pada definisi operasional yang memadai bagi
kata-kata seperti cinta, hormat,
kebebasan, dan martabat. Namun
dalam bidang sains, definisi-definisi operasional sangat berguna dan penting.
Suatu definisi berdasarkan genus dan differentia specifica menetapkan arti suatu kata dengan
mengidentifikasi suatu term genus (a genus term) dan satu atau lebih kata
yang membedakan (defferentia specifica)
yang ketika dikombinasikan menyampaikan arti kata yang didefinisikan. Definisi
berdasarkan genus dan defferentia specifica pada umumnya lebih
dapat diterapkan dan mencapai hasil yang lebih memadai ketimbang jenis definisi
intensional lain apa pun. Bagaimana definisi ini bekerja? Untuk menjawab
pertanyaan ini perlu dijelaskan terlebih dahulu arti genus, species, dan differentia
specifica.
Perlu dicatat bahwa dalam
logika, genus atau jenis dan species atau golongan memiliki arti yang
berbeda dengan arti kedua kata itu dalam biologi. Dalam logika, genus hanya berarti suatu kelas yang
relatif lebih besar dan species
berarti suatu subkelas yang relatif lebih kecil ketimbang genus. Misalnya, kita bisa berbicara tentang genus binatang dan species
mamalia, atau genus mamalia dan species kucing, atau genus kucing dan species harimau, atau genus
harimau dan species harimau Jawa.
Differentia specifica adalah ciri-ciri khas yang
membedakan bermacam-macam species
dalam suatu genus. Misalnya, differentia specifica yang membedakan
harimau dari species lain dalam genus
kucing mencakup ciri-ciri bahwa harimau itu besar, berbelang, buas. Karena differentia specifica yang membedakan species, ketika suatu genus dikualifikasikan oleh suatu diffetentia specifica, suatu species diidentifikasi. Definisi
berdasarkan genus dan differentia specifica didasarkan pada
fakta ini. Definisi tersebut terdiri dari kombinasi kata yang menunjukkan suatu
genus dengan suatu kata atau suatu
grup kata yang menunjukkan suatu differentia
specifica sehingga kombinasi itu mengidentifikasi arti kata yang menunjuk
pada species itu.
Jika demikian, bagaimana suatu
definisi berdasarkan genus dan differentia specifica disusun? Coba kita
susun definisi untuk kata es. Langkah
pertama ialah mengidentifikasi suatu genus
dimana es menjadi species. Genus yang diperlukan adalah air.
Selanjutnya kita harus mengidentifikasi suatu differentia specifica atau ciri khas yang menyebabkan es menjadi
suatu bentuk khusus dari air. Differentia
specifica yang diperlukan adalah membeku. Sekarang definisi komplit dari es
dapat ditulis sebagai berikut.
Species Genus Differentia
Specifica
Es adalah air yang
membeku
Contoh:
Species Genus Differentia Specifica
Putera adalah anak laki-laki
Suami adalah pria yang sudah menikah
Pencakar langit adalah gedung yang sangat tinggi
Definisi berdasarkan genus dan differentia spesifica adalah cara paling efektif, diantara
definisi-definisi intensional, untuk menghasilkan lima jenis definisi yang
telah diuraikan di atas. Definisi stipulatif, leksikal, yang tepat, teoretis,
dan persuasif semuanya dapat dibangun dengan metode genus dan differentia
specifica. Definisi leksikal adalah definisi yang secara tipikal berdasarkan genus dan differentia
specifaca. Selain itu definisi leksikal juga serigkali mencakup definisi
etimologis. Definisi operasional dapat dipakai sebagai metode untuk
mengkontruksi definisi stipulatif, leksikal, yang tepat dan persuasif. Akan
tetapi, karena keterbatasan-keterbatasannya, definisi operasional tidak dapat
dipakai untuk menghasilkan suatu definisi leksikal yang komplit. Teknik-teknik
lain harus dipakai sebagai tambahan. Definisi sinonim bisa dipakai untuk
menghasilkan definisi leksikal saja. Teknik ini tidak dapat dipakai untuk
menghasilkan definisi stipulatif. Mengapa? Karena dalam suatu definisi sinonim,
definiedum harus memiliki arti
terlebih dahuu sebelum suatu sinonim dapat ditemukan dank arena definiens-nya tidak mengandung informasi
lain, definiedum menghalangi
penggunaannya untuk mengkontruksi definisi yang tepat, teoretis dan persuasf.
Kiranya perlu dicatat bahwa penjelasan tentang definisi-definisi terurai di atas
tidaklah lengkap, mengingat penjelasan tersebut didasarkan pada intensi dan
ekstensi term. Namun, banyak teknik yang telah dikemukakan di atas dapat
diterapkan pada kata-kata pada umumnya, bahkan terhadap symbol-simbol.
D.
Pengertian
Penalaran
Penalaran adalah proses berfikir yang bertolak belakang dari pengamatan
indera (pengamatan empiric) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian.
Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi. Proposisi
yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap
benar, orang yang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak
diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Definisi Penalaran menurut para
ahli, antara lain:
1)
Keraf (1985: 5) berpendapat bahwa penalaran adalah suatu
proses berfikir dengan menghubung-hubungkan bukti, fakta, petunjuk atau eviden,
menuju kepada suatu kesimpulan.
2)
Bakry (1986: 1) menyatakan bahwa penalaran atau reasoning
merupakan suatu konsep yang paling umum menunjuk pada salah satu proses
pemikiran unutk sampai pada suatu kesimpulan sebagai pernyataan baru dari
beberapa pernyataan lain yang telah diketahui.
3)
Suriasumantri (2001: 42) mengemukakan secara singkat
bahwa penalaran adalah suatu aktivitas berfikir dalam pengambilan suatu
simpulan yang berupa pengetahuan.
Dalam penalaran juga terdapat
syarat-syarat kebenaran dalam penalara, yaitu sebagai berikut.
1.
Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah
dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang
salah.
2.
Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar koklusi
adalah premis. Jadi semua premis harus benar. Benar disini harus meliputi
sesuatu yang benar secara formal maupun material.
Menurut Pors (Opik, 2011)
indikator dari penalaran adalah sebagai berikut.
1.
Memberikan alasan mengapa sebuah jawaban atau pendekatan
terhadap suatu masalah adalah masuk akal.
2.
Membuat dan mengevaluasi kesimpulan umum berdasarkan
penyelidikan dan penelitian.
3.
Meramalkan dan menggambarkan kesimpulan atau putusan dari
informasi yang sesuai.
4.
Menganalisis pernyataan-pernyataan dan memberikan contoh
yang dapat mendukung atau bertolak belakang.
5.
Mempertimbangkan validitas dari argumen yang menggunakan
berfikir deduktif dan induktif.
6.
Menggunakan data yang mendukung untuk menjelaskan mengapa
cara yang digunakan serta jawaban yang benar.
E.
Ciri-Ciri Penalaran
Adapun ciri-ciri dalam
penalaran, yaitu sebagai berikut.
1.
Dilakukan dengan sadar.
2.
Didasarkan atas sesuatu yang sudah diketahui.
3.
Sistematis.
4.
Terarah atau bertujuan.
5.
Menghasilkan kesimpulan berupa pengetahuan, keputusan
atau sikap yang baru.
6.
Sadar tujuan.
7.
Premis berupa pengalaman atau pengetahuan, bahkan teori
yang telah diperoleh.
8.
Pola pemikiran tertentu.
9.
Bersifat empiris rasional.
F.
Metode dalam
Bernalar
Ada dua jenis metode dalam
menalar, yaitu induktif dan deduktif.
1.
Penalaran Induktif
Penalaran induktif menurut
Kusumah (Sobariah, 2011: 10) adalah proses berfikir berupa penarikan kesimpulan
yang umum atas dasar pengetahuan tentang hal khusus yang dimulai dari
sekumpulan fakta yang ada. Penalaran induktif terbagi atas tiga, yaitu sebagai
berikut.
a.
Generalisasi
Generalisasi adalah proses
penalaran berdasarkan pengamatan atas sejumlah gejala dengan sifat-sifat
tertentu untuk menarik kesimpulan umum.
Contoh:
Orang Jawa tidak suka berterus
terang.
Semua mahasiswi UIN Alauddin
cantik.
b.
Analogi
Analogi adalah kesimpulan
tentang kebenaran sesuatu ditarik berdasarkan pengamatan terhadap gejala yang
memiliki kemiripan.
Contoh:
Hawa nafsu adalah kuda tunggangan yang akan membawamu
meraih ambisi, sedangkan agama adalh kendali untuk mengendalikan tungganganmu
agar tidak liar, mementalkan, menyeret dan menginjak-injak dirimu.
c.
Sebab-Akibat
Sebab-akibat adalah semua
peristiwa harus ada penyebabnya, namun seringkali orang sampai pada kesimpulan
yang salah karena proses penarikan kesimpulan tidak sah (karena sikap pribadi,
takhayul, prasangka, pandangan politik).
Contoh:
Sebagian besar siswa mendapat nilai buruk karena pada
waktu ulangan ada kucing hitam yang melintas di halaman.
Para masyarakat yakin tidak akan hujan saat acara
karena sesepuh sudah melemparkan pakaian dalam ke atas atap.
2.
Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif adalah penalaran yang didasarkan atas prinsip, hukum,
teori, atau putusan yang berlaku umum. Menurut Jacobs (Suhanri, 2011) suatu cara penarikan kesimpulan dari pernyataan atau fakta-fakta
yang dianggap benar dengan menggunakan logika.
Contoh:
1.
Semua makhluk akan mati.
Manusia adalah
makhluk.
Karena itu,
semua manusia akan mati.
2.
Semua makhluk butuh oksigen.
Manusia adalah
makhluk hidup.
Karena itu,
semua manusia butuh oksigen.
Deduksi menggunakan silogisme atau entimen sebagai alat penalarannya.
Silogisme adalah proses yang menghubungkan 2 proposisi yang berlainan untuk
menurunkan sebuah kesimpulan.
Struktur silogisme:
1.
Premis mayor (dianggap benar)
2.
Premis minor (peristiwa khusus)
3.
Kesimpulan
Beberapa ketentuan silogisme,
yaitu sebagai berikut.
1.
Hanya jika terdiri dari tiga proposisi.
2.
Jika mengandung premis positif dan negatif maka
kesimpulannya negatif.
Contoh:
Semua mahasiswa
PGSD tidak perlu menempuh mata kuliah BI
Andi mahasiswa
PGSD
Jadi, Andi
tidak perlu menempuh mata kuliah BI
3.
Dari dua premis yang negatif tidak dapat ditarik
kesimpulan.
Contoh:
Indonesia
adalah Negara yang tidak ramah
Amir adalah
orang yang tidak ramah
Jadi, Amir
adalah orang Indonesia.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kata definisi berasal dari bahasa Latin definition, yang berarti pembatasan. Definisi
adalah rumusan tentang ruang lingkup dan ciri-ciri suatu konsep yang menjadi
pokok pembicaraan studi. Definisi ialah suatu batasan atau arti, bisa juga
dimaknai kata, frasa, atau kalimat yang mengungkapkan makna, keterangan atau
ciri utama dari orang, benda, proses atau aktivitas.
Ada lima macam
definisi, yaitu definisi stipulatif, definisi leksikal, definisi yang tepat,
definisi teoritis, dan definisi persuasif. Dalam menyusun definisi terdapat dua
teknik yang harus diketahui, yaitu definisi ekstensional dan definisi
intensional.
Penalaran adalah proses berfikir yang bertolak belakang dari pengamatan
indera (pengamatan empiric) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian.
Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi.
Adapun ciri-ciri dalam penalaran, yaitu dilakukan dengan
sadar, didasarkan atas sesuatu yang sudah diketahui, sistematis, terarah atau
bertujuan, menghasilkan kesimpulan berupa pengetahuan, keputusan atau sikap
yang baru, sadar tujuan, premis berupa pengalaman atau pengetahuan, bahkan
teori yang telah diperoleh, pola pemikiran tertentu dan bersifat empiris rasional.
Terdapa dua metode
penalaran yang harus diketahui, yakni penalaran induktif dan penalaran
deduktif.
B.
Saran
Agar tidak terjadi persilisihan
verbal tentang masalah arti kata, maka perlu diperhatikan apa saja yang menjadi
faktor munculnya masalah kemudian diselesaikan dengan pemahaman definisi dan
penalaran yang tepat sehingga dapat mempertajam kemampuan kita dalam bernalar
dan dapat berkomunikasi secara efektif serta berusaha menyelesaikan masalah
arti kata tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Maran, Rafael Raga. 2007. Pengantar Logika. Jakarta: Grasindo.
0 komentar:
Posting Komentar